China mulai tumbuh menjadi sebuah Negara Superpower baru, dan pengaruhnya mulai dirasakan oleh negara-negara lain di berbagai belahan dunia.
Dua pelabuhan kontainer besar, baru saja dibuka di Gwadar, Pakistan, dan Hambantota, Sri Lanka. Dua pelabuhan lainnya, Port of Piraeus di Yunani, dan Port of Trieste di Italia, juga mulai diperluas. Sebuah jalur kereta api cepat sepanjang 1.100 kilometer mulai dibangun di Ukraina. Sebuah jalan tol sepanjang 1.300 kilometer yang membelah pegunungan Karakoram di Pakistan Utara, juga baru dibuka. Dan ada dua proyek jembatan baru di Laos & Myanmar yang baru dimulai. Sekilas semua proyek infrastruktur ini tidak ada hubungannya. Masing-masing terletak di negara yang berbeda, dan negara-negara tersebut tersebar di Eropa dan Asia.
Tapi, ternyata proyek-proyek infrastruktur ini saling berhubungan. Dan masing-masing proyek infrastruktur tersebut, hanyalah sebagian kecil dari sebuah rencana besar yang tersebar di 3 benua, dan mencakup lebih dari 60% populasi manusia, yang dinamakan dengan sebutan Inisiatif Sabuk dan Jalan, atau Belt & Road Initiative, yang dicanangkan oleh China.
Awalnya pada September 2013, presiden China, Xi Jinping, menyampaikan sebuah pidato di Universitas Nazarbayev, Kazakhstan, yang bertema “Promote Friendship Between Our People and Work Together to Build a Bright Future”. Dan, sebulan kemudian pada Oktober 2013, Xi Jinping kembali berpidato, kali ini didepan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia, dengan tema yang sama.
Dalam kedua pidatonya, Xi Jinping menyebut tentang jalur sutra kuno. Sebuah jalur perdagangan yang pernah eksis sejak 2000 tahun sebelum masehi sampai tahun 1800-an, dan menjadi tulang punggung perdagangan Eurasia, yang menghubungkan China dengan berbagai negara di Asia Tengah, Asia Selatan, dan negara-negara di Benua Eropa. Pada pidato pertama di Kazakhstan, Xi Jinping menyebut pentingnya membangkitkan jalur sutra yang sudah punah, dengan membangun rangkaian jalur transportasi darat yang menghubungkan negara-negara Asia, dengan negara-negara Eropa. Kemudian pada pidato kedua di depan DPR Indonesia, Xi Jinping menyebutkan perlunya membangun sebuah sabuk maritim, yaitu jalur perdangangan laut yang dapat menghubungkan pelabuhan-pelabuhan di Asia dengan pelabuhan-pelabuhan di Eropa.
Didalam kedua pidato inilah, untuk pertamakalinya, rencana Satu Sabuk, Satu Jalan, atau One Belt One Road (OBOR) disebut didepan publik. Tiga tahun kemudian, grand plan China ini kemudian direvisi dengan sebuah nama resmi baru, yaitu Inisiatif Sabuk dan Jalan, atau Belt and Road Initiative, yang disingkat sebagai BRI.
Tidak lama setelah dicanangkan pada 2014, 2 tahun sebelum OBOR berubah nama menjadi BRI, pemerintah China langsung memberikan arahan kepada sederetan BUMN & perusahaan swastanya, untuk mendorong terwujudnya BRI. Dan tidak butuh waktu lama, dalam sekejap, pemerintah China mewujudkan sebuah framework raksasa untuk membangkitkan jalur sutra modern, dengan cara menginvestasikan ratusan milyar Dollar Amerika di puluhan proyek-proyek infrastruktur transportasi dan industri yang tersebar di puluhan negara di 3 benua, Asia, Eropa, dan Afrika.
Kenapa yang disasar adalah infrastruktur transportasi dan industri? Nah, kita harus ingat, China sekarang ini merupakan sebuah raksasa industri global. Kalau menurut kalian kata “raksasa industri” terkesan hiperbola, mungkin kita harus mengingat baik-baik, kalau di dunia ini, ada puluhan, bahkan mungkin ratusan produsen barang komersial yang menjadikan China sebagai pusat produksinya. Intel, Apple, Nvidia, AMD, Lenovo, IBM, General Electric, Boeing, Airbus, hingga sederetan merk elektronik, otomotif, hingga produk rumah tangga, memiliki pusat produksi di China, dan berbagai macam produk perusahaan-perusahaan tersebut, tidak akan bisa sampai ke tangan konsumen kalau bukan berkat kerja keras China.
Dan tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Pemerintah China menyadari, dilihat dari luas teritorialnya, China merupakan negara terbesar ke-4 di Dunia. Dan kalau dilihat dari jumlah populasinya, China merupakan negara dengan populasi terbanyak di Dunia. Masih banyak wilayah-wilayah China yang bisa dikembangkan. Masih banyak sumberdaya manusia yang bisa dilatih, dan masih banyak sumberdaya alam yang bisa dieksplorasi. Tapi mereka butuh satu hal lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu sebuah jalur distribusi baru. Semua pedagang pasti paham, seberapapun menariknya barang dagangan, tidak akan ada artinya kalau barang tersebut tidak pernah sampai ke tangan konsumen. Inilah kenapa, China dibawah pemerintahan Xi Jinping, ingin membangkitkan jalur sutra yang telah lama punah. Mereka rela menginvestasikan ratusan milyar Dollar Amerika, untuk membangun sedikitnya dua koridor rel kereta yang bisa menghubungkan China secara nonstop dengan negara-negara Eropa.
China bahkan merenovasi jalur-jalur sutra kuno, dimana koridor jalan rayanya didominasi oleh jalan tanah yang tidak layak dilewati oleh kendaraan, menjadi sebuah jalan tol besar, melintasi gurun, bahkan membelah pegunungan Karakoram, salah satu pegunungan tertinggi & terbesar di Dunia. Hal ini bertujuan untuk membuka wilayah China Barat yang statusnya ‘landlocked’, tidak memiliki garis pantai, dan tidak jauh dari pelabuhan. Berkat jalan raya baru, wilayah China Barat dapat terhubung dengan pelabuhan-pelabuhan yang ada di pesisir Myanmar, India, dan Pakistan. Sehingga tidak menutup kemungkinan, ketika kedepannya China Barat berkembang menjadi sebuah pusat industri baru di China, barang-barang yang dibuat di China Barat, lebih mudah didistribusikan lewat laut, maupun lewat darat, ke negara-negara konsumen.
Selain jalur darat, China juga tidak segan-segan membangun jalur laut. Tidak tanggung-tanggung, China berhasil mengamankan tender pembangunan puluhan pelabuhan di 3 benua, bahkan, China juga berani membeli kontrak pengoperasian & hak pengembangan puluhan pelabuhan lainnya. Semua ini dilakukan demi terwujudnya konsep Road, dan Maritime Belt, yang dicanangkan dalam Belt and Road Initiative.
Memang harus diakui, ekspansi ekonomi China dalam rangka mewujudkan BRI, dengan cara menginvestasikan trilyunan dollar di proyek-proyek infrastruktur di puluhan negara, terbukti membawa dampak positif bagi negara-negara tersebut. Tapi di sisi lain, BRI juga menimbulkan beberapa efek samping. Nah apa saja efek samping dari munculnya BRI? Akan kita bahas di bagian selanjutnya.